HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

BSU 2025 Tak Kunjung Cair: Janji Manis atau Kegagalan Koordinasi?

 **Jakarta, 18 Juni #025** – Penantian panjang jutaan pekerja dan guru honorer terhadap pencairan Bantuan Subsidi Upah (BSU) tahun 2025 kembali diuji. Meskipun telah memasuki pertengahan tahun, dana yang sangat diharapkan untuk menopang daya beli masyarakat ini tak kunjung cair. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) lagi-lagi berlindung di balik alasan klise: "finalisasi administrasi keuangan."


Kepala Biro Humas Kemnaker, Sunardi Manampiar Sinaga, mencoba menenangkan publik dengan menyatakan bahwa proses finalisasi ini sedang berlangsung di Kementerian Keuangan, di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dalihnya, ini demi memastikan penyaluran BSU "tepat sasaran." Namun, bagi 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta dan 288.000 guru honorer yang telah menanti, alasan ini terdengar seperti pengulangan narasi yang minim solusi konkret.


"BSU saat ini sedang finalisasi administrasi keuangan melalui Kementerian Keuangan di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian," ujar Sunardi kepada Media  pada Selasa (17/6/2025). Pernyataan ini, alih-alih memberikan kepastian, justru menimbulkan pertanyaan besar: Mengapa proses administrasi yang krusial ini selalu menjadi hambatan berulang setiap tahunnya? Apakah koordinasi antar kementerian tidak berjalan efektif, ataukah ada masalah fundamental dalam perencanaan dan eksekusi program bantuan sosial?

Gambar ilustrasi


Retorika tentang "pencermatan yang mendalam" agar penyaluran "tepat sasaran" seolah mengabaikan urgensi kebutuhan para penerima. Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, setiap hari penundaan berarti semakin tergerusnya daya beli masyarakat yang rentan. Harapan Sunardi agar pencairan "sesegera mungkin" terealisasi setelah finalisasi rampung, terdengar seperti janji manis yang belum tentu berbuah manis.


Publik berhak mempertanyakan efektivitas birokrasi yang lamban dalam menyalurkan bantuan vital ini. Jika finalisasi administrasi selalu menjadi batu sandungan, sudah saatnya pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh sistem dan prosedur yang ada. Jangan sampai program BSU, yang seharusnya menjadi penyelamat, justru berubah menjadi simbol ketidakpastian dan kegagalan koordinasi di tingkat elite pemerintahan.


Dampak Nyata Penundaan: Beban Ekonomi yang Kian Berat


Penundaan pencairan BSU ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan cerminan dari kurangnya sensitivitas pemerintah terhadap kondisi riil masyarakat. Bagi jutaan pekerja dengan upah minim dan guru honorer yang selama ini berjuang memenuhi kebutuhan dasar, setiap rupiah dari BSU sangat berarti. Penundaan ini secara langsung berdampak pada:


*   **Penurunan Daya Beli:** Dengan inflasi yang terus membayangi dan harga kebutuhan pokok yang cenderung naik, penundaan BSU akan semakin menggerus daya beli masyarakat. Pekerja dan guru honorer terpaksa memutar otak lebih keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bahkan mungkin harus berutang.

*   **Ketidakpastian Ekonomi:** Janji pencairan yang terus-menerus diundur menciptakan ketidakpastian ekonomi di kalangan penerima. Mereka tidak bisa merencanakan keuangan dengan baik, yang pada akhirnya dapat menghambat roda perekonomian mikro.

*   **Kekecewaan dan Ketidakpercayaan:** Berulang kalinya penundaan dapat menimbulkan kekecewaan dan mengikis kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah dalam membantu rakyatnya. Ini berpotensi memicu sentimen negatif dan kritik yang lebih luas.


Pola Berulang dan Evaluasi Mendesak


Fenomena penundaan pencairan bantuan sosial, termasuk BSU, bukanlah hal baru. Pola ini seringkali terulang setiap tahun, mengindikasikan adanya masalah sistemik dalam mekanisme penyaluran. Pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman masa lalu dan tidak lagi menjadikan alasan "finalisasi administrasi" sebagai tameng atas kelambanan birokrasi.


Sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses perencanaan, penganggaran, dan penyaluran BSU. Pertanyaan-pertanyaan mendasar perlu dijawab: Apakah target penerima sudah terdata dengan akurat sejak awal? Mengapa koordinasi antar lembaga masih menjadi kendala? Dan yang terpenting, bagaimana pemerintah dapat memastikan bahwa bantuan ini benar-benar cair tepat waktu, tanpa harus menunggu desakan publik?


Jika pemerintah serius ingin membantu masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi, maka efisiensi dan kecepatan dalam penyaluran bantuan harus menjadi prioritas utama. Jangan biarkan BSU 2025 menjadi catatan kelam lain dalam sejarah program bantuan sosial yang terhambat oleh birokrasi yang berbelit dan koordinasi yang lemah. Masyarakat menanti aksi nyata, bukan sekadar janji dan alasan yang berulang.

Posting Komentar