HEADLINE
Mode Gelap
Artikel teks besar

Karnaval Ambarawa Diganti Kirab Budaya, Warga: 'Harus Digarap Serius!'

 

Pawai pembangunan 2024 

Ambarawa, 14 Juli 2025 – Kabar mengenai ditiadakannya karnaval pembangunan di Ambarawa tahun ini telah menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. 

Acara yang setiap tahunnya selalu dinanti-nantikan, baik oleh warga Ambarawa maupun pengunjung dari luar daerah, ini kerap menjadi magnet yang menggerakkan roda ekonomi lokal, khususnya bagi pelaku UMKM. Bahkan, karnaval tingkat kabupaten pun seringkali memilih Ambarawa sebagai lokasi penyelenggaraan. Setelah sempat absen pada tahun lalu akibat pandemi COVID-19, ketidakhadiran karnaval tahun ini memicu tanda tanya besar: mengapa? Terlebih, acara semacam ini diyakini akan sangat ramai dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian setempat.

Ketika kami mencoba mengonfirmasi langsung kepada Camat PLT Ambarawa, Bapak Sukamdi SE, beliau memberikan penjelasan yang menarik. Menurut Bapak Sukamdi SE, ditiadakannya acara karnaval pembangunan adalah karena fokus kegiatan akan dialihkan ke bulan September, tepatnya pada tanggal 10, untuk memperingati Hari Jadi Ambarawa. 

Beliau menyebutkan bahwa ini akan menjadi kegiatan hari jadi perdana di Ambarawa, dan untuk bulan Agustus, hanya akan ada upacara tingkat kabupaten yang berlokasi di Lapangan Panglima Sudirman Ambarawa (Pangsar).Penjelasan ini, di satu sisi, memberikan alasan resmi di balik keputusan tersebut. 

Namun, di sisi lain, menimbulkan pertanyaan lebih lanjut. Jika memang karnaval pembangunan ditiadakan untuk fokus pada Hari Jadi Ambarawa, mengapa informasi mengenai absennya karnaval ini justru muncul, padahal acara tersebut sangat dinanti dan memiliki dampak ekonomi signifikan? Apakah ada miskomunikasi dalam penyampaian informasi kepada publik?Kondisi ini patut menjadi sorotan. Absennya karnaval yang telah menjadi tradisi dan dinanti-nantikan masyarakat, apalagi dengan alasan yang tidak sepenuhnya sinkron dengan harapan di lapangan, dapat menimbulkan kekecewaan dan mengurangi partisipasi publik. Terlebih, potensi ekonomi yang hilang dari absennya karnaval ini, terutama bagi UMKM lokal yang sangat bergantung pada keramaian acara semacam itu, tidak bisa diabaikan. 

Jika memang ada perubahan fokus kegiatan, transparansi dan komunikasi yang jelas dari pihak berwenang menjadi sangat krusial agar masyarakat tidak merasa dirugikan atau dibingungkan oleh informasi yang simpang siur.

Widiatmoko (40), seorang warga Ambarawa, menanggapi penyelenggaraan kirab budaya di Hari Jadi Ambarawa dengan positif. “Sebagai warga Ambarawa, saya menanggapi penyelenggaraan kirab budaya di hari jadi Ambarawa dengan positif, karena event tersebut bisa menjadi daya tarik dan tambahan nilai jual bagi Ambarawa, dengan catatan event harus dipersiapkan secara matang, dikemas, dan dilaksanakan dengan serius mulai dari konsep acara, sosialisasi pembatasan koridor terhadap kesesuaian kreatifitas peserta pada tema yang dibawa, hingga faktor-faktor penunjang seperti pengaturan penonton dll, sehingga kesakralan dan kekhidmatan kirab budaya bisa tercapai,” ujarnya.


Ambarawa, dengan sejarah panjang dan potensi pariwisata yang besar, seharusnya mampu mengelola acara-acara publik dengan lebih baik. Koordinasi antara berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, penyelenggara acara, dan media, perlu ditingkatkan untuk memastikan informasi yang akurat dan konsisten sampai kepada masyarakat. 

Hari Jadi Ambarawa pada 10 September memang merupakan momen penting yang patut dirayakan, namun bukan berarti harus mengorbankan acara lain yang juga memiliki dampak positif besar bagi masyarakat dan perekonomian lokal. 

Masyarakat Ambarawa berhak mendapatkan kejelasan dan perayaan yang konsisten dengan harapan mereka.(ds) 

Posting Komentar